Asuhan Keperawatan Gastritis
KONSEP MEDIS
A.
Defenisi
Gastritis adalah suatu inflamasi yang terjadi di daerah
mukosa lambung yang disebabkan oleh kuman-kuman, dimana bisa terjadi secara
akut dan kronis.
Gastritis terbagi atas :
·
Gastritis Akut
Gastritis
akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons
mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Inflamasi akut mukosa lambung
pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan. Bentuk terberat dari
gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut
dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pyloris (Brunner, 2000). Salah satu
bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang
berat adalah gastritis erosive atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis
hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung
dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas
mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut (Suyono, 2001: 127).
·
Gastritis Akut Erosif
Menurut
Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosive adalah suatu peradangan
permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut
erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa
muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik sebagai akibat efek samping dari
pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang
tidak diketahui.
Perjalanan
penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang0kadang dapat menyebabkan
kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita
gastritis akut erosive mengalami perdarahan sering diagnosisnya tidak tercapai
(Suyono : 2001).
·
Gastritis Akut Hemoragik
Ada
dua penyebab utama gastritis hemoragik : pertama diperkirakan karena minum
alcohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastric secara
berlebihan (aspiran atau NSAID lainnya). Meskipun perdarahan mungkin cukup
berat, tapi perdarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara
spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis yang dialami
pasien di rumah sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami trauma
berat berkepanjangan sepsis terus-menerus atau penyakit berat lainnya (Suyono :
2001). Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung
proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang.
Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa pada traktus gastrointestinal
atas, ia jarang menembus profunda ke dalam mukosa dan tak disertai dengan
infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan
berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang
menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam
nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akut (Sabiston, 1995:
525).
·
Gastritis Kronik
Disebut
gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina
propria dan daerah intra epithelial terutama terdiri atas sel-sel radang
kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara
histologist sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa
lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superficial
kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang
parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini
biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia
intestinal (Chandrasoma, 2005 : 525). Sebagian besar kasus gastritis kronis
merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang merupakan gastritis
autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia pernisiosa,
dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter pylori.
B.
Etiologi
·
Makan
tidak teratur, makanan pedas, terlalu berbumbu, cuka/asam, berlemak, makanan
bersifat korosif.
·
Obat
analgetik, anti inflamasi, NSAID.
·
Alcohol
dan nikotin
·
Stress
terlalu banyak berpikir.
·
Infeksi
bakteri
C.
Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan
keseimbangan factor agresif ( asam lambung dan pepsin) dan factor defensive
(ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid
(AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alcohol, menelan substansi
erosif, merokok atau kombinasi dari factor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri,
sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner
2000). Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai factor endogen yang dapat mempengaruhi intergritas mukosanya, seperti
asam lambung, pepsinogen/pepsin, dan garam empedu. Sedangkan factor eksogennya
adalah obat-obatan, alcohol dan bakteri yang dapat merusak intergritas epitel
mukosa lambung, misalnya Helicobacter
Pylori. Oleh karena itu, Gaster memiliki 2 faktor yang sangat melindungi
integritas mukosanya, yaitu factor defensive dan factor agresif. Factor
defensive meliputi produksi mucus yang didalamnya terdapat prostalglandin yang
memiliki peran penting baik mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa
lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentranspor ion untuk memelihara
pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem mikroaskuler yang ada
dalam lapisan sub epithelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3-
sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan
oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolic yang merusak
mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini
hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap
asam lambung (Prince, 2005).
PENYIMPANGAN KDM GASTRITIS
Makan tidak teratur, makanan
pedas, terlalu berbumbu, cuka/asam berlemak, makanan bersifat korosif
|
Obat
analgetik, anti inflamasi, NSAID
|
Alcohol,
nikotin dan kafein.
|
Stress
dan terlalu banyak berpikir.
|
Infeksi
bakteri
|
Iritasi
mukosa lambung
Peningkatan
sekresi mukosa (HCO3)
HCO3 berikatan dengan
NaCl
HCL
dan NaCO3
Pengaktifan
aferen N.Vagus mucus
tidak dapat melindungi mukosa
Pelepasan
ADH mual dan muntah erosi
pada mukosa lambung
Urin pekat kehilangan elektrolit, Na erosi pada mukosa lambung
K+
, sekresi usus halus
Kekurangan
volume cairan
|
Perdarahan
Nyeri
|
Anemia
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
Hypovolemik,
sirkulasi O2 sel kekurangan nutrisi.
Intoleransi
aktivitas
|
D.
Manifestasi Klinis
1. Gastritis akut. Berupa anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan
saluran cerna pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
2. Gastritis kronik. Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian
kecil mengeluh nyeri ulu hati, anorexia, nausea dan keluhan anemia dan
pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.
E.
Tes Diagnostik
1.
Tes Darah. Untuk melihat adanya antibody
terhadap serangan Helicobacter Pylori. Hasil
test yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan
bakteri Helicobacter Pylori dalam
hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter Pylori. Tes darah juga
dapat digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan
oleh perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).
2.
Pemeriksaan Endoskopi. Akan tampak erosi multi yang
sebagian biasanya berdarah dan letaknya tersebar.
3.
Pemeriksaan Hipastologi. Akan tampak kerusakan mukosa
karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.
4.
Rontgen. Test ini dimaksudkan untuk melihat
adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat dengan sinar X. biasanya akan
diminta menelan cairan barium terlenih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan
ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
rontgen.
5.
Analisa Gaster. Untuk mengetahui tingkat sekresi
HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan dastritis kronik.
6.
Kadar Serum Vit B12. Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml.
F.
Penatalaksanaan
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129),
penatalaksanaan medical untuk gastritis akut adalah dengan menghilangkan
etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering. Hindari alcohol,
kafein nikotin serta factor pencetus lainnya. Dapat dierikan obat-obatan H2
blocking (antagonis reseptor H2), antikolinergik dan antasida.
Pada gastritis kronik pengobatannya bervariasi, tergantung pada penyakit yang
dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum,
dapat diberikan antibiotic untuk membatasi Helicobacter Pylori. Namun demikian, lesi tidak selalu
muncul dengan gastritis kronis. Bila anemia defisiensi besi (yang disebabkan
oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati. Pada anemia
pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang
sesuai.
KONSEP KEPERAWATAN GASTRITIS AKUT
A.
Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat.
Gejala
: kelemahan, kelelahan
Tanda
: takikardia, takipnea/hiperventilasi (respon terhadap nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala
: kelemahan, nadi perifer lemah, takikardi.
Kelembapan
kulit /membrane mukosa : berkeringat (menunjukkan nyeri akut, respon
psikologi).
3. Integritas ego
Gejala
: perasaan tak berdaya
Tanda
: ansietas, gelisah, pucat, berkeringat.
4. Eliminasi
Perubahan
pola defekasi, karakteristik feses, nyeri tekan abdomen, distensi, punyi usus
hiperaktif, urin pekat dan menurun.
5. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati,
sendawa bau asam, tidak toleran terhadap makanan, penurunan BB.
Tanda : muntah, membrane mukosa kering, penurunan
produksi mukosa, berat jenis urin meningkat.
6. Neurosensori
Kelemahan,
rasa berdenyut, pusing/sakit kepala, status mental : kesadaran dapat terganggu.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala
: nyeri rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba, rasa ketidaknyamanan
setelah makan banyak, nyeri epigastrium kiri.
Tanda
: wajah berkerut, pucat, berkeringat, nyeri epigastrium kiri.
8. Keamanan
Gejala
: alergi terhadap obat/sensitive.
Tanda
: peningkatan suhu, eritema.
9. Penyuluhan/pembelajaran
Adanya
penggunaan obat resep/dijual bebas yang
mengandung aspirin, alcohol, steroid yang dapat menimbulkan iritasi lambung.
B.
Diagnosa
Diagnosa Aktual
:
1.
Nyeri berhubungan dengan iritasi
mukosa lambung.
2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia.
3.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan ketidakefektifan masukan cairan berlebih akibat muntah.
4.
Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan umum.
C.
Intervensi & Rasionalisasi
Dx 1 :
Tujuan : Nyeri
berkurang atau hilang.
KH :
·
Nyeri
dan panas pada daerah epigastrium berkurang atau hilang.
·
Pasien
dapat istirahat
·
Pasien
tenang, tidak meringis /gelisah.
1.
Intervensi
: kaji ulang tingkat nyeri klien.
Rasionalisasi :
agar dapat mengetahui tingkat nyeri serta dapat melakukannya.
2.
Intervensi
: Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab nyeri dan
tindakan yang akan dilakukan.
Rasionalisasi :
pasien dan keluarga dapat mengerti terhadap penyebab nyeri dan tindakan yang
akan dilakukan.
3.
Intervensi
: instruksi untuk menghindari makan yang terlalu banyak dan pedas.
Rasionalisasi :
dapat meningkatkan sekresi lambung sehingga mengiritasi mukosa lambung.
4.
Intervensi
: kaji factor yang dapat meningkatkan dan menurunkan nyeri.
Rasionalisasi :
membantu dalam diagnose dan terapi.
5.
Intervensi
: ajarkan pasien melakukan tindakan distraksi atau relaksasi.
Rasionalisasi :
pengalihan perhatian terhadap nyeri.
6.
Intervensi
: ciptakan suasana terapeutik.
Rasionalisasi :
pasien dapat beristirahat dengan nyaman.
7. Intervensi : Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat analgetik dan antasida.
Dx 2
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi terpenuhi,
mempertahankan intake nutrisi tetap adekuat.
KH :
·
Mual berkurang/hilang.
·
Porsi makan dihabiskan.
·
Klien mengerti manfaat makanan bagi tubuhnya.
1. Intervensi : timbang BB tiap hari
Rasionalisasi
: memberikan informaasi tentang
kebutuhan diet atau terapi.
2. Intervensi : Beri makan sedikit tapi
sering.
Rasionalisasi
: menurunkan rangsangan peristaltic sehingga pasien tidak muntah.
3. Intervensi : Berikan perawatan oral teratur dan sering.
Rasionalisasi
: mulut bersih meningkatkan nafsu makan.
4. Intervensi : Hindari alcohol dan
merokok.
Rasionalisasi
: nikotin menghambat penetralisasisan asam lambung dalam duodenum.
5. Intervensi : hindari minum kafein
Rasionalisasi
: kafein meningkatkan aktifitas lambung dan sekresi pepsin.
6. Intervensi : Tambah vitamin yang
dapat larut
Rasionalisasi
: peningkatan lambung mencegah absorpsi B12 dan pengosongan cepat, lambung
menurunkan absorpsi kalsium.
Dx 3
KH :
·
Keseimbangan cairan dipertahankan.
·
Bebas dari tanda yang menunjukkan dehidrasi.
1. Intervensi : Pantau masukan dan
haluaran setiap hari terhadap dehidrasi.
Rasionalisasi
: mengetahui intake dan output.
2. Intervensi : kaji nilai elektrolit
setiap 24 jam untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
Rasionalisasi
: mengetahui jumlah cairan yang diperlukan.
3. Intervensi : kaji TTV
Rasionalisasi
: hipotensi, takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap efek kehilangan
cairan.
4. Intervensi : Observasi membrane
mukosa, penurunan turgor kulit dan pengisian kapiler lambat.
Rasionalisasi
: menunjukkan kehilangan cairan berlebih
atau dehidrasi.
5. Intervensi : Kolaborasi dengan
dokter atas pemberian obat antiemetic.
Rasionalisasi
: untum mengontrol mual muntah.
Dx 4
Tujuan : Mampu melakukan peningkatan toleransi
aktivitas.
1. Intervensi : Tingkatkan tirah
baring/duduk. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.
Rasionalisasi
: Meningkatkan istrahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk
penyembuhan
2. Intervensi : ubah posisi dengan
sering.
Rasionalisasi
: Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu
untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
3. Intervensi : dorong penggunaan
teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan
imajinasi, berikan aktivitas hiburan yang tepat.
Rasionalisasi
: Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian,
dan dapat meningkatkan koping.
4. Intervensi : Awasi terulangnya
anorexia dan nyeri pada daerah epigastrium.
Rasionalisasi
: Menunjukan kurangnya resolusi penyakit, memerlukan istrahat lanjut, mengganti
program terapi.
D.
Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi yang
direncanakan.
E.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Gangguan rasa nyeri
berkurang.
2. Kebutuhan nutrisi dapat
teratasi.
3. Keseimbangan cairan dan
elektrolit teratasi.
4. Klien dapat melakukan
aktivitas.
Komentar
Posting Komentar