Kebudayaan Negeri Akoon, Maluku, Indonesia (Akoon Cultural, Molluca, Indonesia))
KEBUDAYAAN
MALUKU
Richenly Tutupary
12114201100118
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA MALUKU
A. Sistem Religi dan Upacara
Keagamaan
Sebelum
agama masuk ke Desa Akoon, penduduk Desa Akoon masih memegang kepercayaan asli
mereka yang mereka bawa dari Nunusaku yaitu kepercayaan kepada Moyang-moyang
yang dianggap selama ini melindungi mereka. Kepercayaan ini dibuktikan dengan
adanya “Puso Pulo” atau yang biasa disebut Pusat Pulau. Tempat ini biasanya
digunakan untuk mengambil ilmu-ilmu atau keahlian-keahlian khusus. Menurut
cerita dari bapak Anton Wattimena, pada jaman setelah kepergian bangsa Portugis
masuklah agama islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Agama islam masuk di
Maluku karena perdagangan. Maluku di kenal dengan rempah-rempah yang berlimpah
ruah. Itulah mengapa Maluku seperti pintu perdagangan dunia kala itu, semua
bangsa memperebutkan Maluku. Penduduk Desa Akoon seluruhnya menganut agama
Islam, dan pernah didirikan sebuah Mesjid di Amahahani. Namun setelah datangnya
bangsa Belanda ke Akoon, maka masuklah pula agama Kristen dan kemudian sampai
sekarang penduduk Desa Akoon 100% menganut Agama Kristen Protestan. Selain itu
masih terdapat pengaruh-pengaruh kepercayaan jaman dulu yang dibuktikan dengan
adanya upacara adat yang dilakukan untuk acara-acara penting misalnya
pelantikan raja. Upacara-upacara ini dilakukan dengan memanggil moyang-moyang
yang telah lama meninggal untuk datang. Upacara keagamaan yang sering dilakukan
oleh penduduk Desa Akoon adalah seperti Perjamuan Kudus berdasarkan tanggal
yang telah diatur oleh Gereja Protestan Maluku, Baptisan Kudus, Upacara Pernikahan,
ada juga yang dilaksanakan secara massal seperti pernikahan dan baptisan. Dalam
perayaan hari-hari besar Gerejawi juga sering dilakukan kegiatan-kegiatan yang
semakin mempererat tali persaudaraan seperti lomba makan kerupuk dan lain-lain.
Pakaian tradisional biasanya digunakan sesuai dengan acara yang akan
dihadirinya. Pada umumnya terdapat perbedaan jenis pakaian untuk menghadiri
pesta, acara adat dan gereja. Untuk ke gereja biasanya menggunakan pakaian
hitam untuk wanita, kain dan baju/kebaya disertai kain pikul, untuk pria
menggunakan baju hitam (bortji) dan juga baniang, baik pria maupun wanita yang
menggunakan pakaian hitam biasanya bertelanjang kaki. Untuk menandai datangnya
musim cengkih biasanya diadakan doa negeri yang biasa disebut “ikat negeri”.
Selain itu ada momen-momen tertentu di Desa Akoon yang sebelum dilakukan atau
diselenggarakan harus diawali dengan doa bersama seluruh penduduk Desa Akoon.
B. Sistem dan Organisasi
Kemasyarakatan
Sistem
kekerabatan sangatlah kental di antara penduduk Desa Akoon. Antar sesama penduduk
mereka saling menghormati dan menghargai. Bentuk kekerabatan antara Penduduk
Desa Akoon dengan desa lainnya juga terjalin dengan yang namanya hubungan Pela.
Pela berasal dari kata Pila yang berarti buatlah sesuatu untuk bersama kita.
Pela adalah sistem kekerabatan antara satu desa atau lebih yang tujuannya untuk
saling bantu membantu dalam berbagai hal. Hal ini sudah sangat membudaya bagi
masyarakat Desa Akoon sejak datuk-datuk dimana Desa Akoon mempunyai hubungan
pela dengan Desa Tananahu Rumalait. Hubungan pela ini bermula saat orang Akoon
pergi ke Desa Tananahu Rumalait untuk pukul sagu. Saat itu, orang naulu yang
terkenal sebagai orang paling pembunuh di daerah Seram, sehingga mereka selalu
turun dari gunung dan mengejar orang kampong untuk di bunuh. Ketika itu ada
seorang ibu yang bernama Niniolo dan menantu perempuannya dari Desa Tananahu
Rumalait pergi ke laut mencari ikan pada saat air pasang surut (meti). Tiba-tiba
anak mantunya diculik oleh orang naulu lalu dibunuh. Sedangkan Ibu Niniolo
(mertuanya) melarikan diri dan diselamatkan oleh orang Akoon yang berada di
Desa Tananahu Rumalait pada waktu itu.
Karena ketakutan untuk sementara Ibu Niniolo disembunyikan oleh orang
Akoon untuk diamankan. Setelah itu orang Akoon menuju orang Desa Tananahu
Rumalait dan memanggil orang-orang disana untuk menjemput Ibu Niniolo. Sejak
dari situlah mereka mengangkat sumpah berwama sebagai Pela, berjanji untuk
saling membanu, tidak boleh saling mengawini, dan tidak bolewh saling
munyusahkan dan mencemooh.
Desa
Akoon sebagai Desa adat, juga memiliki sistem pemerintahan yang ada sejak
dahulu juga mengikuti tatanan adat yang berlaku dalam masyarakat Desa, dalam
hal ini berlangsung dari dulu hingga sekarang. Masyarakat Desa Akoon sebagaimana
lazimnya juga masyarakat di Maluku Tengah memiliki struktur kelembagaan adat
resmi diakui dan ditaati oleh masyarakat setempat dan pemerintahannya. Dalam
pelaksanaan dikenal adanya Badan Legislatif Saniri Negeri yang terdiri dari Raja
dan Kepala-kepala Soa. Raja merupakan pimpinan pemerintahan negeri dan pimpinan
masyarakat adat, dipilih oleh rakyat berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan
oleh saniri negeri. Raja dibantu oleh seorang juru tulis negeri yang berfungsi
mencatat surat-surat yang berhubungan dengan masalah pemerintahan seperti titah
Raja, sanksi, dll. Menjalankan tugasnya dalam pengambilan keputusannya Raja
mempertimbangkan pendapatnya dengan Saniri Besar/Saniri Negeri (Lembaga
Musyawarah Negeri) yang terdiri dari staf Pemerintahan Negeri, para tua-tua
Adat dan tokoh masyarakat termasuk Kewang. Adapun struktur pemerintahan Adat Desa
Akoon adalah sebagai berikut :
Saniri Besar
|
Raja
|
Kepala
Soa Rumasila
|
Kepala
Soa Rumawaka
|
Kepala
Soa Sama putih
|
Kepala
Soa Samamete
|
Kepala
Soa Tualepino
|
Kewang
|
Kewang
|
Kewang
|
Kewang
|
Kewang
|
Selain
itu organisasi kemasyarakatan yang juga ada didalam Desa Akoon yaitu ada
organisasi Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku, ada juga Lembaga Swadaya
Masyarakat, dan Koperasi Unit Desa yang membantu penduduk Desa Akoon dalam
membuka usaha.
C. Sistem Pengetahuan
Sistem
pengetahuan dari penduduk Desa Akoon menurut Nn. Lena Tutupary,
“Dulu di Akoon yang
ada cuma skolah rakyat, akang setara deng SD, itu akang ada waktu jaman kolonial.
Waktu itu katong pung nene-nene yang skolah disitu. Dong blajar baca deng tulis
pertama disitu. Lalu skarang di Akoon sudah ada SD,”
Sekalipun hanya
memiliki SD, namun ada beberapa orang penduduk yang telah mencapai bangku SMP
dan SMA kemudian menggeluti pekerjaan di luar Desa Akoon.
Data terakhir tahun
2003 :
-
Untuk penduduk Desa Akoon yang belum
tamat/tidak sekolah (TK) 67 orang.
-
Tidak/belum tamat SD 116 orang
-
Tamat SD 280 orang
-
Tamat SMP 65 orang
-
Tamat SMA 59 orang
-
Tamat Akademi 1 orang
-
Tamat Perguruan Tinggi -
-
Lain-lain (buta aksara) 4 orang.
Ini
seharusnya menjadi perhatian pemerintah terhadap desa-desa di pulau terpencil.
Bagaimana kita ingin menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas jika
penjaminan terhadap mutu pendidikan sangatlah buruk. Desa Akoon yang telah ada
sejak dahulu kala hingga sekarang hanya memiliki satu tempat pendidikan yaitu
Sekolah Dasar, padahal sekarang telah berlaku wajib belajar 12 tahun. Untuk
pengetahuan tentang alam, penduduk Desa Akoon sudah mengenal dengan sangat baik
flora dan fauna dan tanda-tanda alam jauh sebelum itu diteliti oleh ilmu pengetahuan.
Budaya mengenal tanda-tanda alam itu biasanya disebut “Nanaku”, misalnya :
1.
Perpindahan musim hujan ke musim
panas ditandai dengan hujan lebat disertai guruh, halilintar dan angin rebut.
2.
Waktu datangnya musim timba laor,
ditandai dengan terjadinya air pasang besar ( air pono laor.
3.
Waktu datangnya musim cengkih (mulai
muncul tanda buah) biasanya diadakan doa negeri yang biasa disebut “ikat
negeri”.
D. Bahasa
Bahasa
yang digunakan oleh penduduk Desa Akoon adalah bahasa Ambon Melayu atau yang
biasa disebut sebagai bahasa pasar. Ini dikarenakan masuk keluarnya pedagang
sejak jaman dulu sehingga menyebabkan terjadi perubahan-perubahan dari bahasa
yang dahulu digunakan. Bahasa yang dahulu digunakan masih merupakan percampuran
antara bahasa ambon, bahasa arab, dan bahasa belanda. Orang-orang tua di Negeri
Akoon ada beberapa yang engerti bahasa arab. Hal ini dikarenakan arus
perdagangan saat itu yang dibawa oleh pedagang arab, demikian juga sehingga
penduduk Desa Akoon dulunya menganut agama Islam. Penggunaan bahasa Belanda
dapat terlihat dari kebiasaan mereka yang sampai sekarang masih menggunakan kata
“kaldera” untuk menyebut bangku,
“koi” untuk tempat tidur dari kayu,
”lawangka” untuk linggis, “martelu” palu, “parang” untuk golok, dll. Penduduk Desa Akoon juga
sudah dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia meski terkadang ada
aksen-aksen mereka yang sedikit menonjol. Untuk tulisan bagi yang telah
bersekolah, mereka dapat menulis dengan baik, orang-orang tua terkadang juga
menulis masih menggunakan ejaan yang belum disempurnakan, seperti huruf “y” masih ditulis “j”, “c” ditulis “tj”, “j” ditulis “dj”.
E. Kesenian
Kesenian
yang terdapat di Desa Akoon yaitu tari lenso, tari cakalele, tarian-tarian itu
merupakan tarian yang terkenal di Desa Akoon. Tarian tersebut biasanya
disuguhkan pada acara Pelantikan Raja, ataupun pada acara-acara khusus lainnya.
Alat-alat musik yang sering digunakan berupa Juk (ukulele), Gitar, dan ada juga
Paduan Suling yang sering dimainkan terutama pada setiap ibadah minggu. Ada
juga penduduk berupa anak-anak muda yang tergabung dalam paduan suara pemuda
yang sering bernyanyi pada gereja pemuda pada hari minggu subuh. Para ibu-ibu
yang tergabung dalam wadah organisasi Pelwata (Pelayanan Wanita) dan
bapak-bapak dalam Pelpri (Pelayanan Pria) juga membentuk paduan suara
masing-masing yang juga melayani di gereja tiap ibadah minggu maupun ibadah-ibadah
unit. Selain itu ada juga drama yang sering dibawakan oleh kelompok pemuda yang
tergabung dalam organisasi Angkatan Muda, yang sering ditampilkan dalam
acara-acara natal. Rata-rata penduduk Desa Akoon memiliki jiwa seni yang tinggi
dan juga merupakan suatu kebanggaan.
F. Sistem Mata Pencarian Hidup
Berdasarkan
data yang saya peroleh pada tahun 2003, penduduk Desa Akoon adalah sebagai
berikut :
ü Petani : 75 orang
ü Nelayan : 30 orang
ü Pegawai
Negeri : 9 orang
ü Buruh
Jasa : 10 orang
ü Pedagang
Kecil : 13 orang
ü Industry
Kecil : 1 orang
ü Lain-lain : 10 orang
Hasil
pertanian yang diusahakan untuk konsumsi sendiri dan dijual keluar desa yaitu :
kelapa, pisang, umbi-umbian seperti kaladi, patatas dan ketela pohon.
Tanaman
umur panjang yang menjadi primadona adalah cengkih dan pala. Hasil laut seperti
: ikan, cumi-cumi, ekor ikan hiu, lobster, lola/teripang dan cincao yang
diambil/ditangkap masih menggunakan peralatan tradisional seperti perahu semang
yang dilengkapi jarring, bubu, tasik dan
mata kail. Sedangkan hasil-hasil lainnya seperti minyak kayu Putih dan Sopi.
Untuk petik cincao, sebelum tiba musim cincao, masyarakat sudah menyiapkan
berbagai peralatan seperti : keranjang/ bakul dan juga tempat penyimpanan. Pada
saat air pasang surut (meti) masyarakat, baik anak-anak maupun orang dewasa
mulai turun ke laut secara beramai-ramai untuk memetik cincao. Cincao yang
dipetik kemudian dibawa pulang, dicuci dan kemudian dijemur sampai kering.
Kemudian cincao yang kering disimpan ditempat aman. Ada bermacam-macam cincao
yang terdapat di Desa Akoon seperti cincao sayur, cincao karang, cincao kereta,
dan cincao papeda. Cincao karang dapat dipetik dan langsung dibuat sayuran
untuk dimakan.
“Sopi”
(miras) adalah satu-satunya hasil utama yang lebih dinomor satukan oleh
penduduk Desa Akoon dibanding cengkih. Karena menurut mereka sopi lebih cepat
mendatangkan uang untuk kebutuhan kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga ada
peribahasa yang mengatakan “lebih baik habis pohon cengkih daripada pohon
mayang” selain hasil-hasil tersebut, ada juga minyak kayu putih yang dikelola
oleh keluarga Manuputty dan Tahapary ± 5 tahun sebagai mata pencaharian
tambahan.
Dibanding
dulu, sampai sekarang sudah mulai ada perkembangan dalam jumlah penduduk Desa
Akoon yang memiliki pekerjaan tetap dan memiliki perekonomian yang baik.
Kebanyakan dari mereka memperbaiki nasib dengan merantau keluar dari Desa
Akoon, karena apabila menetap kebanyakan dari mereka hanya memiliki
pekerjaan-pekerjaan sebagai nelayan dan petani. Hal ini diakibatkan karena
kurangnya pembangunan yang dilakukan di Desa Akoon. Seandainya dilakukan
pembangunan lebih banyak pasti lapangan pekerjaan terbuka bagi penduduk asli
Desa. Kurangnya pembangunan infrastruktur juga sekolah yang hingga kini hanya
ada 1 sekolah yaitu Sekolah Dasar juga sangat berpengaruh pada pendidikan dan
mata pencaharian penduduk Desa.
G. Sistem Teknologi dan Peralatan
Sistem
Teknologi yang berkembang di Akoon tidaklah sepesat di Desa-desa di dalam Pulau
Ambon maupun Pulau Seram yang mudah dijangkau. Sejak dahulu kala untuk saling
memberi kabar antara penduduk Akoon dengan orang-orang di luar mereka
menggunakan fasilitas surat yang diantar dengan menggunakan sistim titip pada
kerabat maupun tetangga melalui transportasi laut ataupun darat. Berjalannya
waktu belum juga terjadi perubahan hingga pada tahun 2001 sewaktu saya
bersekolah sekitar 8 bulan atau 3 caturwulan di Desa Akoon akibat adanya
konflik sosial saat itu, saat saya bersekolah dulu ibu saya masih suka
menitipkan surat serta uang di dalamnya dan dititipkan. Hingga pada tahun 2009
sudah ada tower jaringan seluler yang didirikan namun belum dapat terjangkau
oleh Desa Akoon, setelah tahun 2010 barulah signal telepon seluler dapat terjangkau
meski hanya di daerah sepanjang pantai. Untuk peralatan yang digunakan
sehari-hari pada jaman dulu penduduk Desa Akoon bekerja sering menggunakan
perahu untuk memancing ikan dan peralatan sederhana untuk membuka lahan seperti
menggunakan kapak, parang, dan linggis. Sumber daya listrik juga telah ada dan
dimanfaatkan oleh penduduk Desa Akoon yang berasal dari mesin generator yang
beroperasi di Desa Sila, Kecamatan Nusalaut dimana dari desa tersebut
disalurkan ke desa-desa sekitarnya.
Mesin
generator tersebut berkapasitas 82kw dan voltage 200, melayani semua rumah
penduduk serta dikelola langsung oleh PT. PLN Kecamatan Nusalaut yang berada di
desa Sila, yang penagihannya melalui pendekatan dengan Pemerintahan Desa
Setempat, dengan jadwal dari jam 18.30 s/d 06.30 WIT setiap hari. Adapun yang
menjadi pelanggan tetap jasa listrik berjumlah 94KK (61%) sedangkan 59KK (39%)
belum memanfaatkan jasa tersebut. Dengan adanya listrik ini penduduk setempat telah
memiliki media informasi berupa :
-
radio : 114 buah
-
Televisi : 60 buah
Untuk peralatan
konsumsi, kebanyakan penduduk Desa Akoon sudah menggunakan wadah-wadah plastik,
batu dan kaca, dan ada beberapa yang masih menggunakan wadah untuk kosumsi yang
berasal dari tanah liat misalkan sempe, wadah untuk menuang papeda.
Untuk pakaian dan
perhiasan, penduduk Desa Akoon tidak ada yang tidak menggunakan pakaian layak,
semuanya telah berpakaian yang baik dan benar. Namun untuk ibadah minggu, para
orang tua biasanya masih menggunakan model pakaian yang sama dari tahun ke
tahun yaitu pakaian hitam seperti yang telah dijelaskan di atas, meskipun
jumlah pemakai berkurang seiring berjalannya waktu dan perkembangan mode. Belum
banyak penduduk Desa Akoon yang menggunakan perhiasaan seperti mas, kecuali dia
memiliki usaha yang berpenghasilan besar.
Perumahan penduduk sebagian
besar telah memiliki hunian yang layak atau biasa yang diseut oleh penduduk
setempat rumah batu. Ada juga yang huniannya masih berasal dari gaba-gaba dan
atap dari daun sagu.
BRIEF CASINO - Las Vegas NV at The STRAT Hotel
BalasHapusThe STRAT Hotel 순천 출장샵 & Casino, The STRAT is a high-end 상주 출장샵 resort 김제 출장샵 right on the Las Vegas Strip that offers the perfect ambiance with style 진주 출장안마 and 밀양 출장마사지 comfort.